Senin, 02 Mei 2016

SECERCA HARAPAN
Dikala gelombang enggan menghampiri ….
Hujan begitu deras….
Angin yang melanda jagat raya..
Suram, kelam, ditengah kegelapan dengan penuh kedinginan…
Bintang-bintang dilangit enggan Nampak…
Hening, ditengah malam yang gelap tanpa hiasan yang menghiasi langit….
Mataharipun sirna…
Pagi yang kemilau,,
Kecerahan yang tampak menerangi dunia….
Gelombang yang diiringi angin yang spoy….
Langit yang biru….
Kini telah tiba…
Begitu keindahan yang begitu nikmat…
Tak ada lagi kesunyian, kesuraman dan kegelapan saat kedinginan…
Namun sirna itu tetap menyinari, dengan terus menghantari pahitnya kehidupan…
Dikala itupun jua sirna itu tetap melambung menyinari kesinaran dengan perjuanagn sirna pula…
Selamat tinggal hitam kini sirna menghampiri kecerahan….
Dan kegelapaun jua telah sirna oleh sirna yang cerah…..

Kisah yang sangat mengharukan sekaligus menjadikan suatu perjuangan manusia dalam menjalani hidupnya. Terkisah seorang suami istri yang begitu pahitnya dalam menjalani suatu kehidupan. Kisah yang sangat nyata namun jarang untuk ditemukan dari kalngan kehidupan biasanya. Sirna nama inisialnya, dia adalah seorang istri dari Ritman.
Menjalani dari mulai ia merintis kehidupan. Kehidupan  yang ia jalani semenjak dari awalnya kehidupan berumah tangga. Kirman dengan menikahi istirinya yang beranak satu, dengan tulus menerima wanita itu dengan apa adanya. Begitu pula sebalikya dengan Ritman. Mereka baru dikaruniai seorang anak perempuan, mereka mulai merintis sejak pertama mereka tinggal di rumah kontrakan yang sangat sederhana. Kelurga kecil itu, berinisyatif dan bermimpi untuk mempunyai sebuah rumah walaupun sesederhana mungkin.
Dengan kesederhanaan mereka dan kesabaran mereka dalam menjalani kehidupannya. Lalu merekapun, memelas kepada orang yang mempunyai tanah yang mereka inginkan untuk bisa dimilikinya. Tidak lain pemilik tanah tersebut ialah orang yang mempunyai tempat kntrakan dimana mereka mengontrak dirumah kontarakan orang itu.
Ironinya, tanah yang mereka inginkan itu ialah tempat pembuangan sampah seluruh warga setmpat. Dengan kegigihan mereka, yang menginginkan sekali tempat itu. Mereka mencoba terus merayu orang yang memili tempat ituyaitu si ibu kontrakan. Istrinyapun terus mencoba untuk bisa meraih tempat tersebut. Akhirnya ibu kontrakan tersebut melepaskan untuk menjual tempat terseut. Ibu kontrakan tersebut bertanya pada Sirna “ memang kamu sanggup membuang sampah-sampah yang ada ditempat itu, dan memang kamu benar-benar menginginkan tempat itu” jawab Sirna sambil tersenyum dengan wajahnya yang penuh dengan keramahan itu dengan segan menjawab “ ya bu kalau masalah sampah yang ada ditempat itu, saya sanggup untuk mengalihkan sampah tersebut kea kali”. Dengan salut ibu kontrakan itu mengijinkan dengan peuh rasa iba.
Perjalan Sirnapun masih terus berjalan. Mereka menjalani kehidupan seakan tak ada beban dengan menikmati semua yang ada. Biar orang lain berkata apa mereka tak pernah menghiraukannya. Tak ada angin tak ada hujan, sepasang suami istri itu terus menjalani kehidupannya dengan seadanya. Kebahagiaan mereka seakan menutupi kegelapannya. Merekapun memiliki tanah yang mereka inginkan dengan haraga yang sangat terjangkau bagi mereka dengan haraga 1.8 juta. Mereka beli dengan ukuran yang begitu cukup dan akan dijadikan rumah bagi mereka.
Kemudian dengan berjalannya waktu, merekapun membangun rumah. Sangat miris, mereka membangun rumahnya dengan tangan mereka sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Kebetulan suamainya berpropesi sebagai tukang bangunan biasa. Suaminya yang merintis membangun rumah kecil dan sederhana tersbut, dibantu oleh istrinya. Dari mulai membawa kayu, genting maupun barang-barang berat lainnya strinya yang membawakan itu semua. Membawa adukan semen, batu bata, membawa kayu-kayu. Hanya dengan seorang istrinya yang setia mendampingi suaminya. Begitu indahnya kehidupan ini bila dirasakan dengan menikmati semuanya dengan penuh dengan rasa keihlasan. Panasnya trik matahari tidak membuatnya putus asa. Rasa panasnya trik matahari, batu kerikil yang mengenai alas kakai mereka terobati dengan kasih sayang seorang istri yang selalau tetap setia mendampingi suaminya.
Hingga akhirnya rumah itu berdiri dengan perjuangan mereka sendiri dalam membangun sebuah tempat singgah. Walaupun memerlukan waktu yang begitu cukup memakan waktu lama.
Bersambung…..





Tidak ada komentar:

Posting Komentar